AyoMedan.com - Medan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menggelar kegiatan Seminar Forum Ekonomi Regional Sumut, tentang Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekonomi dan Pertanian di gedung Kemenkeu I Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro No. 30 A Medan, beberapa waktu lalu.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber dari Local Expert Kemenkeu Sumatera Utara, Akademisi Universitas Sumatera Utara (USU), dan Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan Sumut.
Narasumber dan para Peserta yang hadir memberikan pandangan mengenai tantangan serta langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Syaiful dalam sambutannya menyampaikan, bahwa Perubahan iklim memberikan ancaman utama di berbagai sektor, baik ekonomi maupun pertanian khususnya di Sumut, karena pertanian merupakan penopang utama bagi perekonomian.
Disektor pertanian, perubahan iklim dapat mempengaruhi pola tanam dan masa panen raya, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana, perubahan kesuburan tanah dan ketersediaan air, dan munculnya hama dan penyakit tanaman baru.
"Dampak tersebut mempengaruhi produktifitas pertanian dan ketahanan pangan, serta kesejahteraan petani yang menurun," ucapnya.
Tentunya, sambung Syaiful, kegagalan produktifitas pertanian akan meningkatkan harga pangan karena ketersediaan pasokan juga mengalami penurunan yang akan menyebabkan terjadinya inflasi.
Perubahan pola perdagangan baik regional maupun global karena pergeseran perubahan zona produksi pangan akan mempengaruhi keunggulan komparatif, peningkatan biaya investasi khususnya untuk infrastruktur dan penelitian, dan potensi migrasi penduduk berupa urbanisasi karena kekurangan lahan pertanian yang produktif.
"Jadikan seminar ini sebagai langkah awal untuk mampu membangun masa depan ekonomi yang lebih tangguh dan berkelanjutan bagi generasi kita yang mendatang," harapnya.
Sementara itu, Herfita Rizki Hasanah Gurning, SE, M.Ec.Dev, selaku dosen tetap Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, memaparkan bahwa perubahan iklim diartikan sebagai perubahan kondisi fisik atmosfer bumi yang meliputi fluktuasi suhu dan distribusi curah hujan.
"Sejak abad Ke-19, aktivitas manusia seperti industri, energi, transportasi, pertanian, dan penggunaan lahan telah mempercepat perubahan ini, menyebabkan dampak serius seperti kekeringan, banjir, dan penurunan keanekaragaman hayati," terangnya.
Menurut Herfita, sejak ekologis per kapita di Indonesia mencapai 1,7 hektar global (gha), melebihi biokapasitas per kapita sebesar 1,2 gha, menunjukkan konsumsi sumber daya yang tidak berkelanjutan. Analisis menunjukkan korelasi negatif antara suhu dan curah hujan dengan pertumbuhan ekonomi, serta kecenderungan rendahnya produktivitas dan pertumbuhan ekonomi di daerah dengan risiko bencana tinggi.
"Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, termasuk pendidikan lingkungan, insentif ekonomi hijau, dan pengembangan teknologi hijau, diusulkan untuk mengatasi tantangan ini dan mendukung transformasi ekonomi berkelanjutan," tuturnya.
Sedangkan Marino, SP, MM, Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan Sumut, menyoroti dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian.
"Data menunjukkan bahwa produktivitas padi menurun hingga 14,4% untuk setiap kenaikan suhu 1°C, akibat stres panas yang mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, perubahan pola curah hujan dapat menyebabkan banjir, dan mengurangi ketersediaan air untuk irigasi," imbuhnya.
Narasumber berikutnya, Dr. Wahyu Ario Pratamo, M.Ec, Local Expert Kementerian Keuangan Wilayah Sumatera Utara memaparkan, bahwa perubahan iklim juga berdampak pada produktivitas tenaga kerja dan kesehatan masyarakat. Wilayah dengan risiko bencana tinggi cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah dan angka harapan hidup yang lebih rendah. Penyakit seperti malaria, diare, TB paru, pneumonia, dan demam berdarah dengue (DBD) dapat meningkat akibat perubahan iklim, menurunkan kualitas hidup dan produktivitas tenaga kerja.
Provinsi Sumut memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dengan luas lahan sawah mencapai 330.441,8 hektar. Produksi beras tahun 2023 mencapai 3.986.465 ton, menunjukkan surplus signifikan. Namun, untuk memastikan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani, perlu ada perhatian khusus terhadap dampak perubahan iklim yang dapat mengancam stabilitas sektor ini.
"Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diproyeksikan meningkat menjadi 5,20% - 5,40% pada tahun 2024 dan 5,50% - 5,60% pada tahun 2025. Untuk mendukung pertumbuhan ini, peningkatan daya saing ekonomi melalui perbaikan institusi, adopsi teknologi informasi, stabilitas makro, kesehatan, serta pasar produk dan tenaga kerja menjadi sangat penting. Kementerian Keuangan berkomitmen untuk terus mendukung kebijakan yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Sumut," pungkasnya. (A-Red)